Jumat, 25 Oktober 2013

Dongeng Ayam Goreng

Diambil dari Ki Punakawan
di http://cersilindonesia.wordpress.com/tadbm-402/

Tinggallah pasangan suami istri sederhana yang dikaruniai satu orang anak perempuan yang kurang-lebih baru berusia lima tahun.
Keluarga ini adalah keluarga yang taat kepada Tuhan, di setiap hari mereka selalu berusaha untuk mewarnai hidup meteka dengan ibadah.
Nilai-nilai kebenaranpun selalu ditanamkan dalam diri si anak sedari kecil.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih.
Sang Suami diberhentikan dari pekerjaan di suatu perusahaan swasta karena alasan pengurangan pegawai.
Pada awalnya ia kuat, namun setelah sekian lama ia mulai kecewa dan nyaris putus asa, bahkan ia mulai meragukan kebaikan dan keperdulian Tuhan kepada dirinya dan keluarganya.
Iapun mulai enggan berdoa. sering meninggalkan sholat, dan jarang hadir di masjid. Dia nyaris melupakan Tuhan.
Dengan penuh kesabaran Sang Istri terus menghibur dan menguatkan Sang Suami dengan kalimat-kalimat toyibah.
Si Istripun rajin berdoa, bahkan sering berpuasa, dia selalu memohon pertolongan dan kekuatan pada Tuhan agar ia, suaminya dan anaknya dapat mengatasi ujian hidup ini.
Keuangan yang semakin menipis memaksa mereka untuk lebih berhemat, termasuk dalam makanan sehari-hari.
Suatu malam tatkala mereka berkumpul untuk makan malam. Di hadapan mereka tersedia hidangan makanan yang amat sangat sederhana.
Tiba-tiba Si Anak memanggil Sang Bapak. “Ayah, Fatimah pengen makan ayam goreng”
Mendengar keinginan si anak, Sang Bapak trenyuh, hatinya serasa hancur, air matanya hampir menetes.
Namun dengan kelembutan hati seorang Ibu, Sang Emakpun menjawab: “Fatimah, apapun yang Tuhan beri kita harus bersyukur. Lagipula lauk kita malam ini tidak kalah enaknya koq dengan ayam goreng, apalagi kalau sebelum makan kita berdoa terlebih dahulu.”
Ia juga menyentuh tangan suaminya, tanda agar suaminya tidak menangis di depan Sang Anak.
Dengan wajah gembira Sang Anak menatap ayahnya. “Oh iya, Fatimah hampir lupa, ayah pernah bilang sama Fatimah bahwa bila Tuhan berkehendak sesuatu, semuanya bisa terjadi. Itu artinya Tuhan bisa menjadikan lauk ini serasa ayam goreng. Bukankah begitu Ayah?”
Terbata-bata Sang Ayah menjawab pendek “…ya.”
“Mak, Fatimah aja yang berdoa ya!”. Sang Emakpun tersenyum, sembari menganggukkan kepalanya.
Setelah selesai berdoa, dengan kepolosannya Sang Anakpun makan dengan lahapnya sambil sedikit menjerit. “Wah, Tuhan Maha Hebat. Rasa lauk ini benar-benar seperti rasa ayam goreng. Ayah cobain dekh”! Sang anak memasukkan ke dalam mulut Sang Ayah.
Sang Ayahpun menangis. Ia bukan lagi menangis karena tidak bisa memberikan ayam goreng kepada anaknya. Ia menangis, lantaran anaknya yang berumur lima tahun lebih beriman dibanding dirinya yang telah mengenal dan menerima banyak kenikmatan dari Tuhan selama berpuluh-puluh tahun, yang kini hampir-hampir dia lupakan.
Jujur saja, kita pun sering seperti itu: mengenal Tuhan bertahun-tahun bahkan merasakan anugerah kenikmatan dari Tuhan yang tak pernah putus dalam hidup kita.
Namun saat ujian datang, dengan mudah kita melupakanNya.
Mengapa saat ujian datang kita lebih memandang beratnya ujian tersebut?
Mengapa bukan nikmat karunia yang selama ini telah kita rasakan yang kita pandang?
Dan Tuhanpun menyindir kita dengan kalimat sabda suciNya:
Fa-biayyi alaa’i Rabbi kuma tukadzdzi ban
[Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?]
Ya Allah Ya Rahmaanu Ya Rahiimu,
Yang Maha Pengasih dan Yang Maha Penyayang,
Ya Alah, ya Tuhan kami. Ampunilah kami.
Ampunillah segala dosa dan kesalahan kami.
Ya Allah. Banyak sudah kenikmatan yang Engkau limpah-curahkan kepada kami, namun kami terlalu sangat sering mengingkari nikmat karuniaMu.
Kami sering lupa atas kemaha-kasihMu dan kemaha-sayangMu kepada kami.
Kami ternyata sering lalai dan tak puas atas nikmat karuniaMu itu.
Ya Allah, ya Tuhan kami. Ampunilah kami,
Berkatilah kami. Izinkanlah kami untuk senantiasa mengingatMu,
Ajarilah kami ya Allah untuk selalu mensyukuri nikmat karuniaMu. Jangan Engkau jadikan kami orang-orang yang mengingkari nikmat karuniaMu.
Ya Allah. Perbaikilah amal ibadah kami kepadaMu sebagai wujud syukur atas keberadaan kami, semata-mata karena perintahMu, agar kami menjadi orang-orang yang berserah diri kepadMu.
Aamin....

Tidak ada komentar: